Sudah dua bulan terakhir ini kantor saya memiliki Production Manager (PM) baru. Orangnya sangat disiplin dan keras. Cara dia berkomunikasi dan komentar-komentar yang dia ucapkan seringkali tidak pantas untuk work environment. Sehingga sudah banyak orang yang sakit hati atau melaporkan dia ke HR karena tersinggung dengan ucapannya.

Saya sebenarnya belum pernah bermasalah dengannya sampai hari Rabu kemarin. Pagi itu sekitar jam 6, saya membaca pesan bahwa Production Team menemukan batu kecil di salah satu frozen vegetable. Salah satu colleague saya lalu mengambil keputusan untuk menghentikan production dan meminta Logistic Team mengambil lot number frozen vegetable yang lain dari storage.

Keputusan ini tidak salah, namun ada konsekuensinya. Production stopped and had to wait for 4 hours for the new stock to come. Saya yang baru masuk sekitar jam 7 terkena imbasnya. PM ini kesal luar biasa karena sekarang dia punya sekitar 20 staff yang menganggur. Karena saya ada jadwal meeting pagi itu, saya tidak bisa terlalu menggubrisnya.

Di tengah-tengah saya meeting, muncul masalah baru. Lamb meat yang kita pakai hari itu datang dengan ukuran besar. Padahal menurut info dari tim yang bertanggung jawab, mereka sudah meminta supplier untuk memotongnya lebih kecil.

Karena masalah ini, PM kami pun makin marah hari itu. Dia mendatangi meja saya dan langsung berkomentar yang kurang pantas. Intinya dia bilang kepada saya bahwa ini adalah karma yang saya terima karena masalah frozen vegetable sebelumnya.

Saya mencoba mencari tahu kebenarannya dengan menghubungi bagian ordering. Benar bahwa supplier telah mengetahui ukuran potongan lamb meat yang diminta, yet ternyata hanya untuk bagian shank bukan leg. Sementara, pagi itu kami menggunakan lamb leg. Info itu saya sampaikan kepada si PM. Tapi justru tanggapan dia di luar dugaan. Dia berkesimpulan, bahwa saya menganggap tim yang bertanggung jawab atas meat berbohong.

Disitulah saya merasa kaget dan kesal luar biasa. Langkah saya utuk mencari kebenaran justru dinilai negatif oleh orang ini. Saya langsung melaporkan isu ini kepada Quality Assurance (QA) Manager. I know he will have my back, and indeed he is. Dia bertanya, apakah saya mau berbicara dengan HR soal ini.

Sejujurnya, karena sudah banyak yang melaporkan PM ini, saya malah merasa cukup kasihan dengan dia. I’ve seen him in meetings and interviews and he was very professional. Maka saya pun menyerahkan kembali bagian ini kepada QA Manager saya.

I know the Holy Spirit guides me here when I said this to my QA Manager:
“I’m venting about our PM not because I hate him and what he said to me, but because I respect him so much that he shouldn’t continue destroying his reputation. I will leave the rest of the matter with you.”

Dari kejadian ini, saya belajar bahwa tidak ada gunanya berlarut dalam kekesalan dan sakit hati. Yes, his words and comments were inappropriate, but I chose to respect and love him regardless. After all, I saw that as his uniqueness.

Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan (Kol 3:14) (IVO)

Categories:

Tags:

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *