Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Rabu, 16 April 2025
Yes 50:4-9a
Mzm 69:8-10,21-22,31,33-34
Mat 26:14-25
Menjadi Pemenang
Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, akan tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” – Mat 26:24
Membaca perikop hari ini, timbul suatu pertanyaan di benak saya, “Apakah pada waktu itu Yudas dapat menghindar dari dosa pengkhianatan kepada Yesus?
Lalu jika Yudas dapat menghindarinya, selanjutnya apa yang terjadi atau siapa yang kemudian akan berkhianat supaya Yesus bisa menggenapi karya keselamatan Allah untuk manusia?”
Tentu saja Yudas sebenarnya dapat memilih untuk tidak berkhianat, karena setiap manusia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan. Namun sayangnya kesempatan untuk tetap setia kepada Yesus tidak dipilihnya, dan setelah melakukan pengkhianatan itu pun penyesalannya tidak ia lakukan dengan pertobatan, melainkan putus asa dan kemudian bunuh diri.
Ketika hati kita sedang bergelora kepada Tuhan, rasanya kita begitu takut jika akan melakukan dosa. Tetapi keadaan tersebut tetap harus diwaspadai, dengan selalu sadar untuk tetap senantiasa berjuang melekat kepada Allah. Karena ketika kita merasa dalam keadaan baik-baik saja, terkadang kita menjadi lengah, sehingga sadar atau tidak, relasi dengan Allah pun malah menjadi kendor; misalnya seperti saat teduh atau membaca Firman yang menurun intensitasnya. Sangat berbeda ketika kita sedang dalam kesulitan, dengan semangat menggebu-gebu datang kepada Tuhan untuk memohon pertolongan-Nya.
Mari kita juga menyadari bahwa si jahat selalu mengintai, dan di saat yang tepat, ketika kita lengah, ia akan menyerang. Oleh karena itu kita harus senantiasa dalam keadaan siap dan selalu mengenakan senjata perang (keintiman dengan Allah), dan terus menajamkan persenjataan tersebut (peka terhadap hikmat-Nya), sehingga pada saatnya berperang, kita dapat memenangkannya. (In).
Sedalam apa relasiku dengan Allah?
No responses yet