Minggu ini saya merasakan pelayanan seperti sebuah beban yang berat. Kesibukan di kantor yang luar biasa, ditambah lembur yang menguras tenaga dan pikiran, membuat saya mulai mengeluh.
Namun, dalam kelelahan itu, Tuhan mengingatkan saya bukan secara keras, tapi keteladanan yang lembut dari istri saya. Minggu ini, ia juga begitu sibuk, bahkan sama lelahnya. Namun, hampir tidak ada keluhan keluar dari mulutnya. Ia sedang ikut melayani dalam seminar pasutri, memasak untuk Food Fair demi mendukung dana kegiatan komunitas, menangani seluruh desain acara dari awal hingga hari-H dengan berbagai revisinya, sambil tetap bekerja dan mengurus rumah. Ia melakukan semua hal ini dengan sukacita dan sepenuh hati, hingga tugasnya selesai dengan baik.
Belakangan ini, Ketika ada informasi bahwa masakan untuk PO Food Fair harus sudah ready di lapangan jam 8.30 pagi, yang tadinya saya pikir sekitar jam 10, saya sempat kaget dan merasa hal itu berat sekali. Alih-alih mengeluh, istri saya dengan sangat obedience nya berkata, “Ya sudah, aku bangun saja lebih pagi”.
Dari melihat dia-lah saya diingatkan kembali bahwa memberikan yang terbaik bukan berarti tidak boleh lelah, tetapi memilih untuk tetap setia meskipun lelah. Memilih untuk terus memberikan yang terbaik meskipun mungkin ada rasa tidak nyaman.
Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku untuk selama-lamanya adalah Allah. (Mazmur 73:26)
(IVO)
No responses yet