Ketika mengetahui anak pertama akan segera lahir, hati saya dipenuhi sukacita, tetapi juga rasa kuatir. Pertanyaan-pertanyaan memenuhi pikiran saya: Apakah saya mampu secara finansial? Apakah yang saya miliki sekarang cukup? Kekuatiran itu mendorong saya mencari pekerjaan baru. Namun sayangnya, saya melangkah bukan dengan iman, melainkan dengan rasa takut dan mengandalkan kekuatan sendiri.
Saya melamar ke dua pekerjaan lebih dari sebulan lalu, tapi hasilnya nihil. Tidak ada panggilan interview. Bahkan kabarnya proses recruitment sudah selesai. Seolah-olah Tuhan menutup pintu itu.
Sampai akhirnya, sekitar dua minggu lalu, dalam perjalanan pulang dari kantor, Tuhan menegur saya:
“Kenapa kamu kuatir? Bukankah dulu imanmu begitu percaya kepada-Ku? Mengapa sekarang, ketika engkau semakin dewasa, engkau semakin sulit percaya? Bukankah Aku Allah yang tetap sama, dulu, sekarang, dan selamanya?”
Teguran itu menyadarkan saya bahwa Tuhan mengenal isi hati saya dan Dia peduli. Sejak hari itu, saya berusaha lebih melekat kepada-Nya. Bersama istri, saya mulai mengikuti misa harian online. Perlahan, kekuatiran saya berubah menjadi rasa percaya bahwa Tuhanlah yang akan memelihara hidup saya dan keluarga.
Dorongan mencari pekerjaan baru masih ada, tetapi kali ini bukan karena takut, melainkan karena saya ingin naik level pengalaman. Dan yang terutama, saya menyerahkan semuanya penuh kepada Tuhan. Dua minggu lalu saya melamar satu pekerjaan, dan kemarin saya selesai interview.
Hasilnya memang belum keluar. Tapi hati saya tenang. Apapun hasilnya nanti, saya percaya rancangan Tuhan selalu yang terbaik. Pintu yang Tuhan bukakan, tidak ada yang bisa menutupnya.
“Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka Ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.” (Mzm 55:23)
(IVO)
No responses yet