Renungan Katolik “Bahasa Kasih”
Kamis, 23 September 2021
St. Padre Pio

Hag 1: 1-8
Mzm 149: 1-6, 9
Luk 9:7- 9

SANTO PADRE PIO DARI PIETRELCINA

“…  Aku akan berkenan kepadanya dan akan menyatakan kemuliaanKu di situ” – Hag 1: 8     
     
Hari ini Gereja memperingati pesta Santo Padre Pio dari Pietrelcina, yang wafat 23 September 1968 lalu. Padre Pio lahir dari keluarga petani pada tanggal 25 Mei 1887 di Pietrelcina, Italia Selatan. Nama sewaktu kecil Francesco Forgione. Sejak usia lima tahun, Padre Pio dianugerahi penglihatan-penglihatan surgawi dan juga mengalami serangan dari setan. Juga dikisahkan ia melihat Yesus dan Bunda Maria, malaikat pelindungnya. 

Ketika usia 12 tahun, ia menerima Sakramen Penguatan dan menyambut Komuni Pertama. Padre Pio masuk Novisiat Biarawan Fransiskan Kapusin di Morcone pada usia 16 tahun. Dan pada tanggal 22 Januari 1903 ia menerima jubah dan menerima nama Broeder Pio. Ia ditahbiskan sebagai imam pada tahun 1910 di Katedral Benevento. Tuhan menganugerahkan kepadanya begitu banyak karunia rohani. Padre Pio memperoleh karunia stigmata (luka di nadam sebanyak lima), osmogenesia, bilokasi, levitasi, teleportasi, penglihatan, membaca pikiran orang lain, karunia penyembuhan dan bahkan ia pernah membangkitkan seorang gadis yang sudah dinyatakan meninggal. 

Setiap hari selalu ada ratusan bahkan ribuan orang yang berusaha untuk bertemu dengannya. Pada tanggal 20 September 1918, saat berdoa di depan sebuah salib di kapel tua, ia diberi stigmata. Stigmata itu terus terbuka dan mencucurkan darah selama lima puluh tahun. Darah yang mengucur dari stigmatanya mengeluarkan bau harum bunga-bungaan. Padre Pio tidur tak lebih dari dua jam setiap harinya dan tak pernah mengambil cuti barang sehari pun selama lima puluh tahun imamatnya. Ia biasa bangun pagi-pagi buta untuk mempersembahkan Misa Kudus. Setelah Misa, ia biasanya melewatkan sebagian besar harinya dalam doa dan melayani Sakramen Tobat. Meski begitu banyak karunia yang ia terima, Padre Pio dengan tulus menganggap dirinya tidak berguna. Dia hanya ingin menjadi seorang biarawan yang miskin yang berdoa.
 
Sejak masa muda, kesehatan Padre Pio amat rapuh, dan semakin memburuk pada tahun-tahun terakhir hidupnya. Akhirnya ia meninggal pada tanggal 23 September 1968. Padre Pio dinyatakan sebagai Venerabilis pada tanggal 18 September 1997 oleh Paus Yohanes Paulus II. Paus Yohanes Paulus II juga pada tanggal 2 Mei 1999 memberi gelar Beato. Dan akhirnya dikanonisasi pada tanggal 16 Juni 2002 di Roma oleh Paus yang sama. Bahkan sampai saat ini jenazah Padre Pio tidak membusuk, dan bisa dilihat dan dihormati di Basilika di San Giovanni Rotondo, Itali. ( sumber : https://katakombe.org )

Melalui kesaksian hidup Padre Pio ini, marilah kita belajar meneladaninya dalam seluruh aspek hidup sehari-hari. Sekalipun kita memiliki karunia dan talenta, hendaklah kita belajar seperti Padre Pio yang tetap taat, setia kepada Tuhan Yesus dan tetap rendah hati. ( Ar )

Sudahkah saya tetap taat,setia dan rendah hati dengan karunia dan talenta yang ada saat ini?

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *